Manusia dan Waktu - Cerpen


***
"Aldooo lo kok dieeem, sini dong ambilin" ditariknya tangan Aldo dengan gusar.
"nihhh pendek buku lo, dasar kecoak buku"
"apaan sih bawel banget lo!"
"bilang makasih kek, apa kek ini malah ngomel dasar pendek"
dicubit Jeni tangan Aldo dengan keras.
"sakit jen..." digenggamnya pergelangan tangan Jeni yang mencoba mencubitnya lagi.
"aww aww awww...." rengek Jeni
"sakit gak ?" tatapnya pada Jeni
"sakiiit..." ringis Jeni
mata mereka bertemu, satu sama lain merasakan tatapan yang aneh, entah mengetarkan dan membangunkan kupu-kupu diperut mereka.

***
"tut.. tutt.. tuttt...." bunyi dari jam burung perkutut dari dinding Jeni berbunyi setiap jarum jam yang selalu mengarah ke angka 6. Diliriknya jam tersebut, ditutupnya mukanya dengan bantal, ditariknya selimut sampai menutupi seluruh wajahnya, ya hari itu memang sedang hujan sehingga membuat siapa saja malas untuk memulai kegiatan apa lagi dipagi hari dengan cuaca yang tidak bersahabat.
Tanpa sadar Jeni kembali tertidur, sampai seorang wanita paruh baya yang memanggil manggil namanya sambil mengetuk dari balik pintu kayu kamarnya yang berwarna Putih.
"Jeniiii, ayoo udah siap belum Papa kamu udah nunggu tuh dibawah..."
"Jeniiiii......"
Karna tidak ada sahutan Ibu Jeni langsung masuk kekamar anak semata wayangnya tersebut. Diguncang-guncangnya tubuh Jeni, dengan setengah sadar Jeni membuka mata dan melihat sosok ibunya yang dihadapan matanya "aaapaa buu ?" dengan suara seraknya yang khas dari bangun tidur
"kamu gak sekolah hari ini ? Udah jam berapa ini Jen ? Diliriknya jam perkutut miliknya
"aaahhhh.. aku telat  bu..." teriak Jeni langsung dia menyambar handuk yang tergantung didekat tempat tidurnya, Tanpa fikir panjang dia langsung melarikan kekamr mandi, mandi seadanya saja deh, kalo kelamaan ntar telat, bisa mampus gue kalo ketinggalan ulangan pak Budi yang galaknya tak terkalahkan pikir Jeni.

Langkah kaki kecil Jeni yang terburu-buru berbaur dengan suara murid-murid lain yang sibuk dengan celotehan pagi mereka. Jeni sangat bersyukur sekali pagi itu hampir saja dia telat kalau Ibunya tak membangunkannya. Ulangan hari itu dijawab Jeni dengan lancar berkat belajarnya tadi malam. Saat bel istirahat berbunyi, Jeni langsung menempatkan dirinya dikantin sekolah yang cukup ramai, dia sangat malas untuk berbaur dengan keramaian, kalau saja perutnya dapat ia kuasai dari naga-naga rakus penghuni perut Jeni yang pagi tadi tidak diberinya sarapan karna dia terburu-buru.

****
Jeni memang tidak populer dikalangan sekolahnya, dia jarang bergaul, dia merasa malas akan tindakan teman-temannya yang ia rasa hanya untuk buang-buang waktu saja.

Jam pelajaran ke 5, guru mereka sedang tidak dapat mengajar karna harus menghadiri rapat diluar sekolah, tentu saja murid-murid bersorak ceria karna pak pelajaran kosong, namun terkecuali Jeni, dia merasa sangat bosan, diperhatikannya tingkah teman-temannya ada yang sedang bermain catur disisi sebalah sana, ada yang bermain gitar sambil bernyanyi-nyanyi dibagian lain, ada yang sedang membaca majalah dewasa dengan muka hornynya, dan disisi sebelahnya segerombolan gadis membongkar-bongkar aib teman-temannya bahkan tak jarang membuka aib tentang dirinya sendiri. Pikiran Jeni menerawang, sebentar lagi dia tak akan merasakan situasi seperti ini karna dia memang sudah beranjak kelas 12.

Hari demi hari Jeni lewati dengan datar, hari itu sangat panas ketika Jeni hendak melangkahkan kaki mungilnya untuk pulang kerumah namun digerbang sekolahnya dia sudah dicegat sososk lelaki yang berpostur tinggi, yang menggunakan jaket adidas.

"hay.." sapanya pada Jeni pagi itu.
Jeni yang kaget hanya menatapnya dengan aneh tanpa berucap sepatah katapun.
"kayaknya elo kehilangan sesuatu deh" lelaki itu mengeluarkan buku besar berupa kumpulan materi soal ujian.
"ambil aja buat elo, gue udah punya yang baru" jawab Jeni sambil berlari.
namun lelaki itu masih mengikuti "yakin nih ? kalo elo udah beli baru, berarti bukunya masih kosong dong bersih gak ada jawabannya.."
"okey sini bukunya"
bukannya menyerahkan buku, lelaki tersebut malah mengulurkan tanganya sambil berucap "Aldo"
"gue gak nanya siapa elo, yakin lo mau gue ajakin kenalan ?"
"galak amat jadi cewek"
"kalo mau balikin sini bukunya gak usah berbelat-belit gitu" nada Jeni dengan gusar.
Diserahkannya buku itu kepada Jeni. Buku tersebut sudah berpindah tangan, tanpa ucapan sepatah katapun Jeni meninggalkan Aldo.

Tanpa habis fikir Aldo yang sambil mengendarai mobilnya berfikir galak amat tuh cewek, orang mau niat bantuin tau gitu gue bakar tuh buku sampe jadi abu, bilang thanks kek, apa kek omelnya dalam hati

***
Jeni menyandarkan tubuhnya dalam mobil yang dikemudikan supirnya.
Dibukanya buku itu tidak ada yang berubah fikirnya.
Dia fikir lelaki itu akan menyelipkan sesuatu atau menuliskan alamat atau nomor telpon yang sengaja diselipkan, namun tidak ada batinnya, mungkin dia benar-benar berniat membantu.
Ahh lupakan saja batinnya, hari ini cukup meneguras tenaganya karna terlalu banyak ulangan yang diadakan hari ini, sehingga membuat otaknya sulit untuk memikirkan masalah lain.

***
Hari ini Jeni telah berubah status dari pelajar menjadi mahasiswi sebuah Universitas di Jogyakarta Jeni memilih untuk ngekost karna dia tidak ingin menyusahkan keluarganya, dan igin hidup mandiri.

***
Ahkir bulan selalu dipilih Jeni untuk berbelanja, karna dia rasa supermarket akan terasa sepi dan dia akan bisa mengontrol emosi belanjanya.
Hari memang hampir larut malam, gerimis yang membasahi kota Jogja malam itu membuat siapa saja malas keluar rumah, jalanan yang remang dan sepi dilalui Jeni dengan seorang diri dengan dua plastik belanjaan yang penuh.
Tiba-tiba dia dicegat oleh dua orang lelaki yang berpostur tubuh besar dengan pakaian serba hitam.
 seketika darah berhenti megalir dari tubuh Jen
"jika kau tidak punya apa-apa, kamu sendiri juga sudah cukup" goda preman tersebut.
dilawan arah lelaki dengan motor besarnya menatap kejadian tersebut dipelankan laju mesin motornya, dia berlalu begitu saja, namun lelaki tersebut memalingkan motornya dan menghampiri mereka.

buuuuukkkk... tamparan lelaki bermotor besar tersebut memukul belakang leher seorang preman tersebut dengan kayu sampai jatuh terkapar, saat preman satunya lagi mencoba untuk menyerang lelaki bermotor besar tersebut, lelaki tersebut berhasil untuk menjatuhkannya terlebih dahulu, ditariknya  tangan Jeni yang dingin bak es karna ketakutan, menjauh dari situ dan diantarkan lelaki tersebut sampai kekost Jeni.
Diperjalanan lelaki tersebut bertanya
"rumah kamu dimana ?"
"aku ngekost, aku gak tau nama jalannya, tapi aku tau kok jalnnya kalau dari sini, tinggal lurus, nanti diperempatan tinggal belok kanan"
"kamu bukan orang sini ya ?"
"bu..buukaan" jawab Jeni yang masih terbata.
 "makanya kalau malam jangan jalan sendirian bahaya, apa lagi kamu gak tau daerah sini"
"iyaaa makasih yaa udah mau nolongin aku, kalau gak ada kamu aku gak tau harus gimana tadi".

Sesampainya Jeni di kostannya Jeni menyuruh lelaki itu untuk mempersilahkannya masuk, dan tentu saja dia sudah minta ijin kepada Ibu kostnya karna kostan Jeni memang tidak dapat sembarangan menerima tamu lelaki, apa lagi diwaktu yang semalam itu.

"aku cuma ada ini" kata Jeni sambil menyodorkan sekaleng minuman dingin bersoda.
"iya gak usah repot-repot, ngomong-ngomong nama kamu siapa ?"
"nama aku Jeni, kamu siapa ?"
"namaku Farhan, oya kamu memangnya orang mana sih ?"
"aku dari Jakarta, aku mau kuliah disini"
"lho orang Jakarta kok malah nyasar kesini ? bukannya di Jakartakan banyak tuh Universitas bagus" kata Farhan sambil menyeruput minuman kalengnya
"aku sudah bosan sama suasanya, dan aku tertarik dengan Jogja dengan budaya seninya yang terbilang masih kental" jawab Jeni.

Sejam lamanya berlalu, mereka mengakhiri obrolan mereka karna waktu sudah sangat larut malam.

***
Sudah sekitar hampir 3 bulan Jeni di Jogja, dan sudah 3 bulan pula kejadian dialamin.

Disuatu toko buku Jeni berjalan dari satu rak kesatu rak buku lainnya, dia mencrai buku yang sudah lama ia inginkan buku "Partikel" karangan DEE / Dewi Lestari yang sangat lama sudah dinantinya.
"hap ketemu.." gumamnya dipeganggnya erat buku yang bersampul hitam dengan bulatan hujau ditengahnya.

Saat Jeni berjalan menuju kasir untuk membayar, Jeni melihat Farhan yang sedang memegang majalah otomotifnya, dilihatnya wajah farhan yang cukup serius dengan bacaan yang ada ditangannya.

"dorr....." diguncangnya bahu Farhan yang bidang dari belakang.
"heey.." dengan ekspresi kaget Farhan membalikan badannya, dilihatnya seorang gadis mungil sebahunya yang sambil menongak untuk menataf wajah Farhan
"kamuuuu...... Jenii, yaa Jeni, apa kabar Jen ? ya ampun kamu bikin  kaget orang"
"habisnya kamu serius banget sih...."

***
Sambil menyendok ice cream banana vanilla Jeni memandang wajah Farhan yang hangat, ya baru kali ini Jeni bisa sedekat ini dengan seseorang, ditambah lagi seseorang tersebut adalah lelaki, ya Jeni memang tidak bisa bergaul, namun dengan Farhan dia merasa sangat nyaman.
Ditatapnya wajah Farhan yang sibuk memainkan ponselnya dengan dalam dengan fikirannya yang melayang tentang sosok yang berada dihadapannya sekarang, entah apa yang difikirkan Jeni, tak ada yang dapat menerjemahkannya.
"Habis ini aku mau ngambil kamera ditempat sahabat aku ya Jen, kamu mau ikut ?"
"gak usah deh, gak enak"
"gak apa kok, tenang aja sahabat aku baik udah kaya sodara aku sendiri, supaya kamu juga kenal sama dia, ikut aja ya ? udag gak usah mikir....."
Ditariknya tangan Jeni yang lembut keluar dari kedai ice cream dan langsung menyambar motornya.

***
Deeeg....
Kayaknya gue penah liat nih orang batin Jeni.
"Ini namanya Aldo, Aldo ini namanya Jeni"
"udah tau gue han" Jawab Aldo ketus sambil menatap Jeni tajam dengan tatapan tak bersahabat
"jadi kalian udah kenal ? kenal dimana ?" Farhan kaget.
Jeni hanya diam seribu bahasa dengan menundukan wajahnya.

 ***
"oooo, jadi dia yang lo ceritain itu ya do dunia sempit ya?" Farhan sambil tertawa
"ya gitu deh".
"Do, gue kan mau ke Singapore nyelesein kuliah gue, gue nitip Jeni ya, lo bisa kan jagain dia buet gue, gue mau bener-bener serius kuliah, kalo gue kelar dalam 2 tahun gue bakalan di kontrak sama perusahaan milik om Frans ya gak mungkin gue sia-sian kesempatan emas ini, gue juga udah terlanjur suka sama Jeni, kalo gue udah sukses gue pengen nembak Jeni, jadi lo mau kan jagain Jeni buat gue ?" dengan raut serius Farhan meminta kepada Aldo.
"emm gimana ya han, bukannya gue gak mau, dia tuh orangnya judes banget, dingin kaya zombie gitu, cari orang lain aja deh" tolak Aldo halus.
"gue gak bisa percaya sama orang lain selain elu, lu tau kan lu sahabat gue satu-satunya yang paling lama, ayolah demi gue sob"
tak tega Aldo melihat sahabatnya, "okeeey, karna ini elu gue mau....."

Seribu pesan kepada Jeni yang ia sampaikan, dengan berulang-ulang kali pula.
"iaa iaaa, kamu santai aja dong kan aku juga udah gede gini, iyaa boss" sambil tertawa geli Jeni melihat Farhan yang seperti ingin meninggalkan bayi sendirian dikerumunan orang jahat.
"aku juga udah nyuruh Aldo buat nemenin sama jagain kamu disini, kalau ada bantuan apa-apa bilang aja sama dia yaa"
"haaah ? Aldo ? aku bisa sendiri kok han, gak ada dia juga gak apa kok"


Sesampainya di Bandara untuk melepas kepergian Farhan, yang dihadiri Papa, Mama, Adiknya, Aldo dan juga Jeni, setelah babibu dengan semuanya, Farhan mendekati Jeni dan "cuuupp" sebuah kecupan hangat mendarat di dahi Jeni, "kamu janji ya nungguin aku ?" sambil menunduk Farhan menyamakan postur tubuhnya dengan Jeni.
"iya" Jeni mengangguk terlihat ketulusan dari jawaban Jeni, yang membuat Farhan lega atas keberangkatannya.

***
"Adloo....!! cepet dong ambilin buku yang itu tuuh !!"
"ambil sendiri dong"
"gak nyampee..."
"yang nyuruh pendek siapa ?"
"gue juga gak mau kali"
"....." tak ada jabawan dari Aldo
"Aldooo lo kok dieeem, sini dong ambilin" ditariknya tangan Aldo dengan gusar.
"nihhh pendek buku lo, dasar kecoak buku"
"apaan sih bawel banget lo!"
"bilang makasih kek, apa kek ini malah ngomel dasar pendek"
dicubit Jeni tangan Aldo dengan keras.
"sakit jen..." digenggamnya pergelangan tangan Jeni yang mencoba mencubitnya lagi.
"aww aww awww...." rengek Jeni
"sakit gak ?" tatapnya pada Jeni
"sakiiit..." ringis Jeni
mata mereka bertemu, satu sama lain merasakan tatapan yang aneh, entah mengetarkan dan membangunkan kupu-kupu diperut mereka.
"husss kalian dari tadi saya perhatikan berisik banget, kalo mau berisik jangan disini, disini tempatnya buat baca buku" sergah seorang penjaga perpustakaan tua yang kelihatan sebal karna ulah berisik Aldo dan Jeni.


***
Malam itu mobil Aldo mogok, sementara hari diluar sedang hujan dengan deras.
Aldo keluar, untuk memeriksa mesin.
"lo keluar mayungin gue" pinta Aldo.
"males, lo sendiri gak bisa ?" dingin ntar gue sakit.
"yee kalo gue yang sakit gimana ?"
"naah! kalo lo sakit gue bisa jagain lo, kalo kita berdua keluar ntar kita berdua sakit gak ada yang jagain"
"alasan banget sih lo, lo yang keluar periksa mesin."
"gue gak ngerti mobil"
"duuh lo ngertinya apa sih Jen, gak ada pilihan lo mayungin gue, kalo gak gue tiggal nih"
dengan malas Jeni melangkahkan kakinya menerobos hujan dengan payung kecil yang menampung mereka berdua.
"basah nih, yang bener dong ntar malah gak bisa nyala kena air ujan jen"
"gue juga basah nih do"
"basah kena air juga, lo mandi juga basah kan"
"hmmm" Jeni tak mau membuat perdebatan mereka semakin panjang.


***
dua hari Jeni tidak mengikuti kegiatan dikampus.
Aldo pun mencari-cari Jeni, mulai dari perpustakaan sarang Jeni, sampai bawah pohon besar yang biasanya dijadikan Jeni untuk melamun.
Lho kok gak ada ya, jangan-jangaan dia kenapa-kenapa, mampus gue dimarahin Farhan kalo tau pujaan hatinya kenapa-kenapa.

***
Jeni yang menggigil dibalik selimut dikejutkan oleh suara yang debukan dari balik pintu kamar kostnya, dengan langkah gontai yang lemas Jeni menyambar pintu, seketika dia langsung kaget.
"ngapain lo disini ? puass nih gue udah sakit, gara-gara mayugin elo !"
"lo nya aja yang manja jadi cewek segitu aja sakit, cuma flu aja kan ?"
"mau masuk atau pulang ?"
"gila aja gue udah rela macet-macetan, malah disuruh pulang, gue aus"
"gue laper kenapa lo gak bawain makanan kan gue sakit ?"
"mana gue tau lo sakit, lo gak ada ngabarin"
"ohh iya harusnya gue kan ngabarin elo, biar gue bisa minta pertanggung jawaban dari elo"
"elonya aja yang oon Jen"

***
Dilihatnya Jeni yang lunglai ditenpat tidur, kasihan juga batin Aldo, di kompresnya kepala Jeni yang panas karna demam yang melandanya, lo cantik juga ya Jen beda lagi sama cewek-cewek lain pantas aja Farhan cinta mati sama elo, batinnya, namun otaknya mengatakan apaan sih gue udah mulai kena virus gila nih cewek deh kayaknya.
Saat mengamati wajah Jeni, Adlo tertanggap basah oleh Jeni, tatapan mereka bertemu, namun Aldo cepat-cepat membuang muka.

***
Bulan demi buulan mereka lewati bersama, Jeni pulang ke Jakarta, untuk mengambil liburan smesternya.
Mereka yang biasanya menghabiskan waktu berdua bersama, tiba-tiba melakukan apa-apa sendiri, tanpa perang mulut, tanpa pertengkaran-pertengkaran kecil mereka, Aldo meradang dia kesepian, apa-apa yang dia lakukan terasa hambar, dia hanya memikirkan Jeni, apa yang dia lakukan, buku apa yang dia baca, apa yang dia makan, bagaimana keadaan rambutnya hari ini. Fikirannya kacau, sampai suara  ponsel membangunkan dirinya dari lamunannya, Aldo sangat berharap bahwa Jeni yang menelponnya dan memarahinya, namun tak disangga yang tertera di layar ponselnya adalah FARHAN dia diamkan sekali, namun ponselnya kembali bergetar dengan nama yang sama, terjadilah perbincangan yang lumayan panjang, dari pertanyaan kecil bagaimana kabar keduanya, sampai prrtanyaan yang menyangkut Jeni, saat pertanyaan yang mulut Farhan tentang Jeni, yang dirasaak  Aldo adalah perih menyerang seluruh hatinya, batinya tersiksa akan pertanyaan Farhan, dijawabnya seadanya dengan alunan suara yang terdengar malas untuk melanjutkan pembicaraan. Telpon ditutup perasaan panas membahana diseluruh hatinya, fikirannya kacau memikirkan antara sahabat atau gadis yang ia cintai, yaa Aldo jatuh hati kepada pujaan hati sahabatnya sendiri.

***
Dua tahun berlalu, Farhan kembali ke Jogja dengan matang, karir yang bagus, dan dia telah siap dengan sebuah kalung berlian hasil usahanya untuk gadis yang sangat ia cintai, dia memang sengaja tak memberitahukan siapapun tentang kedatangannya ke kota kecintaanya tersebut.
Hal yang pertama ia lakukan ia kerumah untuk bertemu dengan keluarganya, dan ia bercerita tentang Jeni pujaan hatinya yang sangat ia cintai, sampai ia tak melirik satupun gadis negri tetangga tersebut.
Kedua orang tuanya pun mendukung keputusan sang anak, mereka bangga akan pemikiran anaknya yang sudah dibilang dewasa, yang mementingkan karirnya terlebih daulu kemudian disusul dengan ingin menjadikan gadis pujaan hatinya menjadi kekasih hatinya.
"Apa kau yakin dia tidak memiliki kekasih selama kau berada di Singapore ?"
"iya pa, aku yakin, kan Aldo sudah menjaganya untukku"

siapa yang menyangka sahabat sendiri yang kita percayai, telah merebut mimpi kita yang paling berharga, bisa dibilang penunjang belajarnya untuk segera menyelesaikan kuliahnya dengan cepat agar dapat mengejar karir utamanya disini.

***
Sore itu Aldo yang menggenggam kedua tangan Jeni, ya Aldo menumpahkan segala sesuatu yang selama ini tersimpan hatinya, entah mengapa dihari itu Aldo tak bisa berlama-lama menyimpan semuanya sendirian, ia merasa jika tidak sekarang ia akan terlambat.

***
Sebuah mobil sedan hitam yang terbilang masih baru sore itu berlabuh dibawah pohon tempat kostan putri yang sangat lama sudah tak ia datangi.
Dengan perasaan senang, gugup, takut semuanya jadi satu, entah mengapa Farhan merasa hari ini tidak pas, ia ingin mengurungkam niatnya untuk menemui Jeni, namun dia sudah berfikir sudah 2 tahun lamanya dia menunggu saat seperti ini, ia ingin memeluk Jeni memberitahukan tentang kelulusannya, dan juga tentang bahwa dia sudah sangat mencintai Jeni sejak mereka bertemu dan persaan cinta yang ia miliki bukan berkurang, namun berkobar-kobar, menyala-nyala, mengebu-gebu.

***
Apakah itu Aldo? mengapa dia menggenggam kedua tangan Jeni dan menatapnya penuh pengharapan seperti itu.
Farhan mengurungkan niatnya, dia kembali kedalam mobil yang terparkir dibawah pohon rindang.
Dipandanginya kedua orang yang ia cintai tersebut, sahabatnya dan pujaan hatinya.
Fikirannya berkecamuk, ditambah adegan saat Aldo memeluk Jeni dengan erat, entah apa yang mereka bicarakan, yang mereka rasakan.


AKU TERLAMBAT.. 
TERLAMBAT ?
ATAU ENGKAU YANG PENGKHIANAT ?


apa yang kau rasa, katakanlah
waktu itu pembunuh nomor satu, satu detik saja sangat berharga jadikanlah waktu temanmu yang selalu setia menemati setiap langkahmu, karna jika kau tak bisa bersahabat dengan waktu, waktu bisa saja akan membunuhmu, membunuh perasaanmu dengan sangat perlahan bahkan tak terlihat sekalipun
jangan kau tunda-tunda sesuatu yang dapat kau kejar sekarang.
manusia tetap manusia, walaupun dia berlogo sahabat atau keluarga sekalipun
mereka bisa saja menjadi pembunuh nomor satu yang paling kejam dan berbahaya

by : Vinna Utami Putri
cerpen pertama yang dipublikasikan

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Magang di KPP Pratama Banjarmasin

Sidang Woy Sidaaaaaaang.....

Nonton Bioskop Sendirian